• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Jumat, 29 Maret 2024

Opini

PWNU Jatim Award: Antara Resistensi dan Eksistensi

PWNU Jatim Award: Antara Resistensi dan Eksistensi

Perhelatan PWNU Jatim Award (PJA) tahun 2019 usai sudah. Namun hasrat untuk membincangnya masih saja terdengar. Perhelatan PJA dimulai sejak 2016, artinya ini adalah tahun ke empat.

Dibanding dengan PJA di tahun-tahun sebelumnya, tahun ini secara administratif lebih ringan bagi peserta yang ingin mendaftar untuk berpartisipasi. Calon peserta hanya diwajibkan mengisi form verifikasi dan berita acara. Sebagaimana yang disampaikan panitia, bahwa prinsip di tahun ini adalah tidak ribet di depan. Sedang tahun sebelumnya calon peserta harus mengisi data online, selain juga masih tetap harus menyerahkan berkas lengkap. Kalau mengikuti semua nominasi, maka berkas yang dibawa bisa sampai satu pick up.

Namun demikian, walaupun syarat untuk mengikutinya sudah diperingan, tidak semua PCNU di Jatim antusias mengikutinya.  Hal ini terlihat dari yang mendaftar hanya berjumlah 19 PCNU. Padahal di Jatim ada 38 Kabupaten/ Kota. Dari 19 PCNU tersebut yang ikut di katagori PCNU hanya 10. Artinya, PCNU lain ikut, tapi di katagori lain, entah Lembaga, Banom, atau institusi khusus.

Lebih jauh, dari 19 PCNU yang berpartisipasi ternyata beberapa di antaranya hanya mendaftar di sebagian –untuk tidak mengatakan sedikit- katagori. Padahal tahun ini nominasinya lebih banyak. Nominasi lembaga pendidikan misalnya, tingkat SD/MI tidak di tandingkan dengan sekolah SMP/MTs, apalagi dengan SMA/SMK. Dengan demikian untuk nominasi lembaga pendidikan ada 3, dimana masing-masing nominasi diambil juara 1 dan 2. Beda dengan tahun sebelumnya nominasi lembaga pendidikan hanya ada satu.

Pun juga dengan Lembaga, tahun ini lembaga-lembaga yang ada tidak ditandingkan jadi satu, tetapi ditandingkan sesuai rumpun masing-masing. Lakpesdam sesama Lakpesdam, LTN sesama LTN, RMI sesama RMI, dan seterusnya. Demikian juga yang terjadi di Banom dan institusi khusus. Rumah sakit yang terakreditasi D, tidak akan ditandingkan dengan rumah sakit terakreditasi A, tetapi yang sekelas. 

Karena banyaknya katagori yang ditandingkan, sampai-sampai beberapa katagori minim yang mengikuti. Beberapa katagori diikuti hanya 2 peserta. Bahkan pengalaman kami yang mengajukan katagori Kampung Nahdliyin, gugur. Mungkin karena katagori ini ini tidak ada lawannya. Akirnya peserta kami diikutkan dalam katagori Ranting.

Dalam catatan penulis, ada 5 PCNU yang mengikuti banyak katagori, sehingga mereka yang akhirnya banyak mendominasi sampai tahap Gran Final. 5 PCNU itu adalah Lamongan yang lolos sampai Grand Final di 14 katagori nominasi, Sidoarjo lolos di 12 nominasi, Lumajang lolos di 10 nominasi, dan Jombang beserta Gresik masing-masing lolos ke Grand Final di 9 nominasi.

Dari 19 PCNU tersebut, 11 PCNU yang akhirnya berhasil membawa pulang piala, tentunya dengan jumlah bervariasi sesuai prestasi masing-masing. Sedangkan 8 PCNU lainnya pulang dengan tangan kosong.


Melihat Peta NU Jatim

Lalu sebenarnya karena apa banyak PCNU yang tidak mengikuti PJA tersebut? Apakah semata hanya permasalahan teknis: waktu persiapan yang berada di bulan puasa dan  persyaratan yang ribet. Atau karena persaingannya berat? Buktinya memang tidak semua PCNU yang ikut serta berhasil memboyong pulang kemenangan.

Bisa juga karena hal yang lebih substansial dari itu, resistensi. Melihat kenyataan di tahun keempat masih saja banyak PCNU yang tidak ikut serta, maka dugaan ini patut dikemukakan.

Manakah yang benar dari dugaan-dugaan tersebut, perlu ditelusuri lebih lanjut. Untuk memecahkan permasalahan partisipasi PCNU-PCNU di Jatim yang masih rendah dalam ajang PJA.

Lepas dari permasalahan partisipasi, menurut penulis, PJA mendedahkan dua hal. Hal Pertama, bahwa belum semua PCNU di Jatim mempunyai kondisi yang ideal. Bahasa lainnya, belum semua PCNU di Jatim mempuyai kemampuan SDM dan SDA yang merata. Masih banyak lobang di sana-sini. Kalau kemampuan merata, maka yang masuk ke tahap Grand Final tidak hanya itu-itu saja. 

Lihat saja, di tahun 2016 dan 2017, PCNU Blitar juara umum berturut-turut. Sedangkan tahun 2018 dan 2019 PCNU Sidoarjo juara umum berturut-turut. Meski PCNU Sidoarjo memang patut diacungi jempol. Dari 12 kagori nominasi mereka yang berhasil masuk Grand Final, 11 diantaranya juara 1, dan hanya 1 yang dapat juara 2.

Sementara itu untuk katagori RS, tahun 2017 dan tahun 2018 diraih oleh RS Siti Hajar.  RS Siti Hajar memang pantas mendapatkan prestasi itu, karena di tahun 2017 saja sudah mampu memberikan sharing keuntungan ke PWNU Jatim 50 juta dan ke PBNU 100 juta. Tahun ini RS Siti Hajar rupanya _sungkan_ ikut lagi. ISNU juga demikian, tahun 2018 dan tahun 2019 pemenangnya di raih oleh ISNU Sidoarjo.

Sebaliknya, yang memang sejak awal tidak antusias, seiring bergantinya tahun nama mereka tidak muncul-muncul juga. Ada juga golongan ketiga, pernah ikut, kalah, dan kemudian tidak ikut lagi di tahun berikutnya.

Hal Kedua, bahwa dari sekian nominasi yang ditandingankan, baik PCNU, MWC, PR, Lembaga, Banom, instusi pendidikan, maupun institusi khusus, ternyata ada di antara mereka yang mempunyai capaian di atas rata-rata. Sehingga mereka akhirnya menjadi juara. RS Siti Hajar sebagaimana yang disebut di atas adalah salah satunya. 

Dalam katagori pendidikan, tahun 2018 SMA NU 1 Gresik muncul sebagai juara. Kalau kita mengikuti profil sekolah tersebut, kita tidak hanya maklum kalau dia menang, tapi juga akan terperangah, kok ada ya lembaga pendidikan NU yang sebegitu bagusnya.

Prestasinya dan aktifitasnya tidak hanya tingkat nasional, tapi juga internasional. Kepala sekolahnya sudah tidak lagi sibuk urusan manajerial, tapi sudah sibuk menerima tamu yang ingin study banding. Di antara yang study banding adalah SMA Kristen ST. Louis Surabaya.

Tahun 2019 ini kita mendapati MI Darussalam Candi Sidoarjo sebagai pemenang dalam katagori SD/MI. Keistimewaan MI ini adalah kemampuannya bertransformasi dari sekolah yang reot dan kumuh, menjadi sekolah yang prestisius dan bertabur prestasi.

Pada katagori BMT, tahun 2018 kita mendapati BMT Ngasem Bojonegoro yang telah mampu membiayai kegiatan NU dan Banomnya, baik yang sudah direncanakan maupun yang insindental. Berikut menyediakan terop besarta transportnya secara gratis. 

Tahun ini, Muncul 2 BMT. BMT Jombang, yang mampu memberikan pinjaman tanpa bunga. BMT NU Jombang ini akhirnya dapat juara katagori omset di bawah 100 M. Juga BMT Gapura Sumenep yang omsetnya sudah sampai 200 Milyar. BMT Gapura mendapat juara katagori omset di atas 100 M. 

Itu hanya sebagian contoh puncak-puncak capaian yang mengemuka pada gelaran PJA. Harapanya, puncak-puncak capaian tersebut bisa diduplikasi di tempat-tempat lain. Sehingga PJA bukan hanya ajang menang-menangan, tapi juga ajang study banding.

Hanya saja kalau tidak pernah mengikuti PJA, apa bisa mendapatkan hikmah positif semacam ini?


M. Fathoni Mahsun, Wakil Sekretaris Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Jombang, Jawa Timur


Editor:

Opini Terbaru