• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Sabtu, 20 April 2024

Opini

Moral Etika di Dalam Masjid

Moral Etika di Dalam Masjid

Masjid tidak sama dengan tempat publik pada umumnya, karena masjid merupakan tempat ibadah yang suci. Sehingga terdapat beberapa aturan etika moral atau adab ketika berada di dalam masjid.

Beberapa akhlak atau etika ketika berangkat dan berada di masjid adalah:

1. Berdoa ketika akan berangkat ke masjid

Apabila seseorang akan melaksanakan shalat ke masjid, hendaknya ketika keluar dari rumahnya ia berdoa sebagaimana doa yang diajarkan oleh Rasulullah Saw., dalam sebuah hadis:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ خَرَجَ مِنْ بَيْتِهِ إِلَى الصَّلَاةِ فَقَالَ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ بِحَقِّ السَّائِلِينَ عَلَيْكَ وَأَسْأَلُكَ بِحَقِّ مَمْشَايَ هَذَا فَإِنِّي لَمْ أَخْرُجْ أَشَرًا وَلَا بَطَرًا وَلَا رِيَاءً وَلَا سُمْعَةً وَخَرَجْتُ اتِّقَاءَ سُخْطِكَ وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِكَ فَأَسْأَلُكَ أَنْ تُعِيذَنِي مِنْ النَّارِ وَأَنْ تَغْفِرَ لِي ذُنُوبِي إِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ أَقْبَلَ اللَّهُ عَلَيْهِ بِوَجْهِهِ وَاسْتَغْفَرَ لَهُ سَبْعُونَ أَلْفِ مَلَكٍ

Rasulullah Saw., bersabda, “Barang Siapa keluar dari rumahnya untuk shalat (ke masjid), maka berdoalah “Ya Allah aku meminta kepada-Mu dengan hak peminta kepada-Mu, dan aku juga meminta dengan hak jalanku ini. Sesungguhnya aku keluar bukan untuk keburukan, bukan untuk kesombongan, bukan untuk riya’ dan bukan untuk dipuji. Aku keluar agar terhindar dari murka-Mu dan mengharap ridha-Mu. Maka aku meminta agar engkau melindungiku dari siksa neraka dan mengampuni dosaku, karena tidak ada yang mengampuni dosa kecuali Engkau”.

2. Berdoa pada saat masuk dan keluar masjid

Seseorang yang akan masuk ke dalam masjid, hendaknya ia melangkahkan kaki kanan terlebih dahulu dan berdoa sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah Saw.,:

إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلْيَقُلْ اللَّهُمَّ افْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ

Jika salah seorang di antara kalian masuk masjid, maka hendaknya dia berdoa, “Ya Allah, bukalah pintu-pintu rahmat-Mu”.

Apabila keluar dari masjid, hendaklah melangkahkan kaki dengan mendahulukan kaki kiri serta berdoa:

وَإِذَا خَرَجَ فَلْيَقُلْ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ

Dan apabila keluar, hendaknya dia berdoa, “Ya Allah, aku meminta kurnia-Mu”.

3. Berjalan menuju masjid dengan tenang dan sopan

Seseorang yang akan pergi ke masjid, hendaknya berjalan dengan tenang dan tidak tergesa-gesa. Hal ini karena Nabi Muhammad Saw., melarang umatnya berjalan menuju shalat secara tergesa-gesa meskipun shalat jama’ah di masjid sudah dimulai. Hal ini sesuai dengan sebuah riwayat dari Abu Qatadah yang berkata, “Saat kami sedang shalat bersama Nabi Muhammad Saw., tiba-tiba beliau mendengar suara kegaduhan beberapa orang. Sesudah menunaikan shalat jama’ah beliau mengingatkan,

مَا شَأْنُكُم؟ قَالُوْا: اِسْتَعْجَلْنَا إِلىَ الصَّلاَةِ. فَقَالَ: فَلاَ تَفْعَلُوْا, إِذَا أَتَيْتُمْ إِلَى الصَّلاَةِ فَعَلَيْكُمْ بِاالسَّكِيْنَةِ  فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوْا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوْا

“Apa yang terjadi pada kalian?”, mereka menjawab, “Kami tergesa-gesa menuju shalat.” Rasulullah Saw., menegur mereka, “Janganlah kalian lakukan hal itu. Apabila kalian mendatangi shalat, maka hendaklah berjalan dengan tenang, dan rakaat yang kalian dapatkan shalatlah dan rakaat yang terlewat sempurnakanlah”.

Meskipun shalat jama’ah di masjid sudah di mulai, maka tidak perlu tergesa-gesa untuk segera cepat sampai di masjid. Berapapun rakaat shalat yang dijumpai saat masuk masjid, maka langsung saja mengikuti shalat jama’ah tersebut dan apa yang dilakukannya tetap dianggap bernilai shalat jama’ah meskipun hanya menjumpai satu rakaat. Dalam istilah fiqh ibadah disebut dengan makmum masbuk. 

4. Menjaga kebersihan dan kesucian masjid. 

Masjid adalah tempat yang suci, maka menjaga kebersihan dan kesucian masjid adalah sesuatu yang wajib dilaksanakan oleh siapapun yang berada di masjid. Bahkan tidak hanya membersihkan dan mensucikan masjid dari kotoran dan najis, tapi juga diperintahkan untuk memberikan wangi-wangian, sabda Rasulullah Saw., yang diriwayatkan oleh Aisyah:

أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِبِنَاءِ الْمَسَاجِدِ فِي الدُّورِ وَأَنْ تُنَظَّفَ وَتُطَيَّبَ

Rasulullah Saw., memerintahkan untuk membangun masjid-masjid di perkampungan-perkampungan, (lalu) dibersihkan dan diberi wewangian.” (Hr. Abu Daud)

Kalimat “Membersihkan dan memberi wangi-wangian” dalam hadis di atas mengandung tiga pengertian: 

a. Rasullullah memerintahkan agar masjid dijaga kebersihanya dari kotoran jiwa dan jama’ah yang sering datang ke masjid, karena masjid adalah tempat sujud, sehingga jiwa harus bersih dan suci.

b. Memberi wewangian artinya agar masjid baunya harum sehingga membuat siapapun yang ada di dalam masjid menjadi senang, nyaman dan betah untuk berlama-lama beribadah di masjid. selain itu, jadikan masjid sebagai sarana untuk kebaikan dan jangan dijadikan untuk keburukan dan jangan dijadikan untuk sesuatu yang tercela. 

c. Makna langsung bahwa masjid harus dijaga kebersihanya dari najis dan kotoran, kemudian mengusahakan untuk bisa menciptakan suasana aman bagi jama’ah.

5. Berpenampilan dan berpakaian yang sopan dan baik

Pada saat berada di masjid dianjurkan berpakaian rapi, sopan dan menutup aurat. Untuk laki-laki alangkah baiknya mengikuti sunnah rasul dengan selalu memakai pakaian polos, diutamakan pakaian berwarna putih. Bagi wanita diwajibkan untuk mengenakan kerudung atau jilbab.

يَا بَنِي آدَمَ خُذُواْ زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ

Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah setiap (memasuki) masjid. 

6. Tidak melakukan hal yang bersifat mencari keuntungan duniawi.

Ketika berada di dalam masjid dilarang melakukan aktivitas yang bernuansa mencari keuntungan duniawi seperti melakukan aktivitas bisnis ataupun niaga. Masjid berfungsi sebagai tempat beribadah dan meakukan aktivitas sosial untuk kemaslahatan, bukan tempat untuk transaksi bisnis. 

Bahkan tidak hanya hal yang bersifat bisnis, aktivitas politik praktis pun tidak layak dilakukan di dalam masjid, ketika mengetahui ada orang yang melakukan kegiatan politik praktis di masjid, maka selayaknya kita mendoakan mereka dengan doa “Semoga Allah tidak memberikan keuntungan untuk politikmu” ( لا أربح الله سياستك) doa tersebut mengacu pada ajaran Nabi Muhammad Saw., yang memerintahkan untuk mendoakan orang yang sedang melakukan kegiatan bisnis di dalam masjid dengan doa agar tidak diberikan keberkahan dalam bisnisnya tersebut, sebagaimana hadis Nabi Saw.,:

يقول النبيُّ -عليه الصَّلاة والسَّلام-: ” إذا رَأَيْتُمُ الرَّجُلَ يَبتاعُ في المَسجِدِ؛ فَقُولوا لَهُ: لا أَربَحَ اللهُ تِجارَتَك

Nabi Muhammad Saw., pernah bersabda, “Jika kalian melihat ada orang yang berjualan di masjid maka panjatkanlah doa “Semoga Allah tidak memberikan keuntungan untuk jualanmu”

7. Tidak berdahak atau meludah di dalam masjid. 

Masjid sebagai tempat yang paling dicintai oleh Allah SWT., di muka bumi ini harus kita jaga kebersihannya.

Oleh karena itu, dilarang meludah dan mengeluarkan dahak lalu membuangnya di dalam masjid, kecuali meludah di sapu tangan atau pakaiannya. Jika ingin meludah atau berdahak, maka secepatnya keluar masjid atau ke tempat-tempat tertentu yang disediakan. Adapun di lantai masjid atau temboknya, hal ini dilarang. Nabi Muhammad Saw., bersabda:

الْبُزَاقُ فِي الْمَسْجِدِ خَطِيْئَةٌ وَكَفَّارَتُهَا دَفْنُهَا

“Meludah di masjid adalah suatu kesalahan, maka menebus kesalahan itu ialah menguburkan (menutupinya) dengan tanah” (Hr. Bukhari)

Yang dimaksud menimbun ludah di sini adalah apabila lantai masjid itu dari tanah, pasir, atau semisalnya. Adapun zaman sekarang lantai masjid sudah berupa keramik, granit, marmer ataupun sejenisnya, sehingga tidak bisa untuk menimbun dahak tersebut, melainkan boleh dengan meludah di kain yang dibawanya, atau meludah di tangannya kemudian dibuang di luar masjid, atau membawa tempat dahak sendiri.

8. Menjaga bau mulut dan bau badan. 

Seseorang yang selesai makan-makanan yang dapat menimbulkan bau mulut yang tak sedap, seharusnya membersihkan mulutnya terlebih dahulu sebelum ia berada di dalam masjid, hal ini berdasarkan hadis Nabi Muhammad Saw.,:

مَنْ أَكَلَ ثَوْمًا أَوْبَصَلاً فًلْيَعْتَزِلْنَا أَوْ قَالَ فَلْيَعْتَزِلْ مَسْجِدَنَا وَلْيَقْعُدْ فيِ بَيْتِهِ

“Barang siapa yang makan bawang putih atau bawang merah maka hendaklah menjauhi kita”, atau bersabda, “Maka hendaklah dia menjauhi masjid kami dan hendaklah dia duduk di rumahnya”.

Selain itu juga terdapat hadis lainnya, yaitu:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَكَلَ مِنْ هَذِهِ الْبَقْلَةِ فَلَا يَقْرَبَنَّ مَسَاجِدَنَا حَتَّى يَذْهَبَ رِيحُهَا يَعْنِي الثُّومَ

Dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw., bersabda, “Barangsiapa yang memakan sayuran seperti ini, maka janganlah dia mendekat ke masjid-masjid kami sampai baunya telah hilang.” Maksudnya adalah bawang (HR. Muslim)

Larangan tersebut secara tersirat dapat diketahui tujuannya adalah agar pada saat melaksanakan shalat jama’ah, dia tidak mengganggu konsentrasi dan kekhusyu’an jama’ah lainnya. Dengan demikian, melihat tujuan pelarangan bau mulut tersebut, maka tidak hanya bau mulut saja yang dilarang, melainkan bau badan pun di larang. Sehingga jama’ah masjid tidak terganggu gara-gara bau mulut ataupun bau badan seseorang.

Perlu juga di ingat, bahwa sebelum berangkat ke masjid untuk melaksanakan shalat Jumu’ah, umat Islam disunnahkan untuk mandi terlebih dahulu. Tentu hal ini bertujuan agar tidak menimbulkan bau badan.  

9. Larangan berkumpul untuk kepentingan dunia di dalam masjid
Terdapat larangan melingkar di dalam masjid (untuk berkumpul) demi kepentingan dunia semata. Rasulullah Saw., bersabda:

يَأْتِ عَلىَ النَّاسِ زَمَانٌ يَحْلِقُوْنَ فيِ مَسَاجِدِهِمْ وَلَيْسَ هُمُوْمُهُمْ إِلاَّ الدُّنْيَا  وَلَيْسَ ِللهِ فِيْهِمْ حَاجَةٌ فَلاَ تُجَاِلسُوْهُمْ

“Akan datang suatu masa kepada sekelompok orang, di mana mereka melingkar di dalam masjid untuk berkumpul dan mereka tidak mempunyai kepentingan kecuali dunia dan tidak ada bagi kepentingan apapun pada mereka maka janganlah duduk bersama mereka” (Hr. Al-Hakim).

Ulama berbeda pandangan terkait hukum membicarakan urusan dunia di dalam masjid, yaitu:

a. Menurut pendapat mazhab Syafi’iyah dan Zahiriyah, hukumnya mubah (tidak berdosa) membicarakan sesuatu yang tidak mengandung dosa dari urusan dunia di dalam masjid.

b. Menurut pendapat ulama madzhab Malikiyah dan Hanabilah, makruh membicarakan sesuatu yang tidak mengandung dosa dari urusan dunia di dalam masjid.

c. Menurut ulama madzhab Hanafi, haram membicarakan sesuatu yang tidak mengandung dosa dari urusan dunia di dalam masjid. Sebagian mereka memahami ke-haram-an ini, jika tujuan duduk di masjid memang untuk membicarakan urusan duniawi.

Namun apabila membicarakan urusan dunia muncul secara tiba-tiba dan tidak diniatkan dari awal, maka hukumnya makruh.

Imam An-Nawawi memperbolehkan berbicara dan berdiskusi di dalam masjid, meskipun yang dibahas adalah persoalan dunia atau permasalahan yang tidak berhubungan langsung dengan ibadah. Tidak hanya itu, tertawa dan tersenyum secukupnya pun dibolehkan ketika berada di dalam masjid. Meskipun dibolehkan, tentu selayaknya seorang muslim tetap menjaga etika dan adab di dalam masjid.

10. Diperbolehkan membawa anak kecil ke masjid. 

Membawa anak kecil ke dalam masjid diperbolehkan sebagaimana Rasulullah Saw., pernah membawa cucu beliau pada saat melaksanakan shalat jama’ah di masjid:

عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَؤُمُّ النَّاسَ وَأُمَامَةُ بِنْتُ أَبِي الْعَاصِ وَهِيَ ابْنَةُ زَيْنَبَ بِنْتِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى عَاتِقِهِ فَإِذَا رَكَعَ وَضَعَهَا وَإِذَا رَفَعَ مِنْ السُّجُودِ أَعَادَهَا

Dari Abu Qatadah al-Anshari dia berkata; Aku melihat Nabi Saw., mengimami para sahabat sedangkan Umamah binti Abi al-’Ash -yaitu anak perempuan Zainab putri Nabi Saw., berada di atas bahu beliau. Apabila beliau ruku’ maka beliau meletakkannya dan apabila bangkit dari sujud, maka beliau mengembalikannya.” (HR. Muslim)

11. Larangan keluar setelah adzan kecuali ada udzur syar’i. 

Apabila seseorang sudah ada di dalam masjid dan adzan sudah dikumandangkan, maka tidak boleh keluar dari masjid sampai ia selesai melaksanakan shalat jama’ah, kecuali jika ada udzur syar’i seperti buang air kecil ataupun buang air besar. Hal ini sebagaimana dikisahkan dalam sebuah riwayat dari Abu al-Sya’tsaa  beliau berkata:

كُنَّا قُعُودًا فِي الْمَسْجِدِ مَعَ أَبِي هُرَيْرَةَ فَأَذَّنَ الْمُؤَذِّنُ فَقَامَ رَجُلٌ مِنْ الْمَسْجِدِ يَمْشِي فَأَتْبَعَهُ أَبُو هُرَيْرَةَ بَصَرَهُ حَتَّى خَرَجَ مِنْ الْمَسْجِدِ فَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ أَمَّا هَذَا فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Kami pernah duduk bersama Abu Hurairah dalam sebuah masjid. Kemudian muadzin mengumandangkan adzan. Lalu ada seorang laki-laki yang berdiri kemudian keluar masjid. Abu Hurairah melihat hal tersebut kemudian beliau berkata, “Perbuatan orang tersebut termasuk bermaksiat terhadap Abul Qasim (Nabi Muhammad) Saw.

 

Dr. Moh Makmun, M.HI, Ketua Pengurus Cabang (PC) Lembaga Takmir Masjid Nahdlatul Ulama (LTMNU) Jombang, Jawa Timur


Editor:

Opini Terbaru