• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Kamis, 28 Maret 2024

Nasional

Cerita Santri saat di Jerman, Tak Ada Adzan dan 'Melawan' Islam Ekstrimis

Cerita Santri saat di Jerman, Tak Ada Adzan dan 'Melawan' Islam Ekstrimis

NU Jombang Online, 
Seorang santri asal Tambakberas, Kabupaten Jombang, Jawa Timur bernama Aikon Madda Arrafi (16) mendapat kesempatan belajar di Jerman selama kurang lebih satu tahun setelah mengikuti sekolah tamu atau student college.

Santri yang juga masih duduk di bangku madrasah, tepatnya di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 3 Jombang ini mengaku memiliki banyak pengalaman selama belajar di sana (Jerman, red). Salah satunya ia hampir tidak mendengar suara adzan sama sekali.

Kondisi ini tidak sempat kebayang sebelumnya. "Alhamdulillah shock culture saya terbantu saat mondok, waktu di sana keadaan tak pernah dibayangkan, karena tidak ada suara adzan," ujarnya, Selasa (13/8).

Islam di tempat ia belajar masih terbilang minoritas. Tempat-tempat ibadah umat muslim juga masih minim. "Sebab Islam disana minoritas," terang Aikon sapaan akrabnya.

Ia menambahkan, persepsi masyarakat di sana tentang Islam masih terpengaruh dengan pemahaman Islam yang ekstrim. Banyak masyarakat yang memandang Islam sebagai agama yang keras atau radikal. "Ada masjid yang dekat dengan tempat tinggal saya, tapi masih ada persepsi publik tentang bahaya ekstrimis," ungkapnya.

Meski begitu, nilai-niai dan sejumlah ajaran Islam yang didapat selama di Pondok Pesantren tetap ia terapkan sepanjang ia di Jerman. Ia mencoba 'melawan' pemahaman masyarakat Jerman terkait Islam selama ini.

"Meski di Jerman tak jarang masyarakat phobia dengan Islam yang berhaluan ekstrimis. Saya tetap menjalaninya dengan pola santri seperti sewaktu di Pondok," ucapnya. 

Aikon cukup senang akan kultur, budaya serta ajaran Islam yang ada di Indonesia. Ia menilai Islam di Indonesia adalah Islam yang benar-benar tepat. Sesama umat, baik muslim atau non muslim tetap saling menghormati. Mereka berinteraksi dengan lepas tanpa dihantui rasa takut.

Sementara itu, Pengasuh Pondok Pesantren Muhajirin 3, KH. Abdul Latif berharap, Aikon bisa menceritakan pengalaman yang utuh dan dibagikan kepada para santri-santrinya, agar mereka para santri siap menghadapi segala tantangan di luar. 

Menurut pria yang kerap disapa Gus Latif ini, seorang santri memang harus siap berada di berbagai zona. Baik zona nyaman maupun zona tidak nyaman. "Santri-santri agar lebih giat dalam mengaji serta belajar agar menyiapkan bekal menghadapi tantangan ke depan. Insyaallah Aikon nanti bisa mengajak santri-santri untuk belajar tentang bahasa asing, agar santri bisa menghadapi tantangan," pungkasnya.

Untuk diketahui, Aikon adalah santri berasal dari Bogor. Ia merupakan anak dari Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Bogor, Ifan Haryanto. (Rifqi Nurul Hidayat/Syamsul Arifin) 


Editor:

Nasional Terbaru