• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Kamis, 28 Maret 2024

Amaliyah NU

Apakah Niat Puasa Ramadhan Harus Diucapkan?

Apakah Niat Puasa Ramadhan Harus Diucapkan?
Ilustrasi Ramadhan. (Foto: Istimewa)
Ilustrasi Ramadhan. (Foto: Istimewa)

Puasa Ramadhan merupakan ibadah wajib bagi setiap Muslim yang tidak ada uzur syar’i selama sebulan penuh di bulan Ramadhan. Para ulama sepakat bahwa niat merupakan bagian dari rukun puasa. Dengan kata lain, sebuah ibadah tidak dianggap sah dan berpahala jika tidak disertai niat. Oleh karena itu para ulama memberikan perhatian cukup besar terhadap perkara niat. Bahkan, Imam Syafi’I, Ahmad Ibnu Mahdi, Ibnu al-Madini, Abu dawud, dan ad-Daru Quthni mengatakan bahwa niat merupakan sepertiga ilmu. 

Niat secara bahasa berarti ‘menyegaja’. Sedangkan secara istilah (menurut mazhab Syafi’i, red) niat adalah ‘bermaksud melakukan sesuatu disertai dengan pelaksanaannya’ (qashdusy syai’ muqtarinan bi fi‘lihi) (Salim bin Sumair al-Hadhrami, Safînatun Najah, Surabaya, Miftah, halaman 3; dan Muhammad bin Qosim Al-Ghazi, Fathul Qorib, Indonesia, Daarul Hayaai Kitaabi ‘Arabiyyah, halaman 13). 

Fungsi niat adalah untuk membedakan antara satu ibadah dengan ibadah yang lainnya, atau membedakan ibadah dengan adat kebiasaan. Di samping itu, niat juga berfungsi untuk membedakan tujuan seseoramg dalam beribadah; apakah beribadah karena mengharap ridha Allah ﷻ ataukah karena mengharap pujian manusia (Ahmad Ibnu Rajab Al-Hambali, Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, Beirut, Darul Ma’rifah, 1408 H, halaman 67)

Dalam hal ini, terkait niat puasa Ramadhan, waktu niat puasa harus dilakukan pada malam hari mulai ba’da maghrib sampai terbit fajar. Apabila dilakukan di luar waktu tersebut maka niatnya tidak sah dan otomatis puasanya juga tidak sah. Hal ini sesuai dengan hadits riwayat Imam ad-Daru Quthni (21/400):

مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّيَامَ قَبْلَ طُلُوعِ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ {الدار قطني وصحيحه عن عائشة}

“Barangsiapa tidak berniat puasa sebelum fajar subuh, maka tidak ada puasa baginya.”

Juga dalam hadits daru Qathni yang Lain (2/172): 

لا صيام لمن لم يفرضه من اليل

“Tidak ada puasa bagi orang yang tidak meniatkan puasa semenjak malam.”

Namun keharusan niat puasa malam hari sampai sebelum terbit fajar ini hanya berlaku bagi puasa Ramadhan dan tidak berlaku bagi puasa sunnah. Karenanya tidak mengapa dan sah-sah saja niat untuk berpuasa sunnah itu baru diniatkan walaupun diwaktu dhuha, dengan catatan dari terbitnya fajar hingga waktu dhuha itu belum seteguk pun air yang diminum dan belum ada kecuil pun makanan yang dimakan. Berdasarkan penjelasan dari Aisyah radliyallahu ‘anh:

دخل علي النبي صلى الله عليه وسلم ذات يوم، فقال: هل عندكم شيء؟ ، فقلنا: لا، فقال: فإني إذا صائم

“Suatu hari Rasulullah ﷺ datang kepadaku, lalu beliau bertanya: “Apakah ada makanan?” Lalu kami menjawab: “Tidak ada”, maka Rasulullah ﷺ berkata: “Kalau begitu saya puasa.” (HR Muslim)

Masih terkait niat, ada pertanyaan yang terus bergulir terkait apakah niat harus diucapkan sebagaimana yang umum dilakukan selesai shalat tarawih di Indonesia? Ataukah niat hanya cukup di hati saja? Apakah sah niat puasa hanya dalam hati? Bagaimana yang benar menurut Islam?

Di bawah ini akan dijelaskan bagaimana hakikat niat puasa Ramadhan, menurut Islam. 

Dalam beberapa rujukan dijelaskan bagaimana niat puasa Ramadhan yang sah menurut Islam. Di literatur tersebut menjelaskan dengan gamblang bahwa niat puasa Ramadhan harus dalam hati, sedangkan melafadhkannya adalah sunah. Di bawah ini beberapa ibarat terkait bagaimana hakikat niat puasa Ramadhan: 

Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ (II/23) menjelaskan bahwa sesugguhnya niat dalam hati tanpa lisan sudah cukup:

فإن نوى بقلبه دون لسانه أجزاه

“Sesungguhnya niat dengan hati tanpa lisan sudah cukup.” (Imam Nawawi, Al-Majmu’, Daarul ‘Âlimil Kutub, halaman 23)

Dalam kitab I’anatu Thalibin pada bab puasa (صوم), keterangan senada juga  ditemukan. 

النيات با لقلب ولا يشترط التلفظ بها بل يندب

“Niat itu dengan hati, dan tidak disyaratkan mengucapkannya. Tetapi mengucapkan niat itu disunahkan.” (Sayid Bakri, I’anatu Thalibin, Surabaya, Hidayah, halaman 221). 

Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa niat itu harus dilakukan dalam hati dan melafalkan niat puasa Ramadhan adalah sunah, dengan kata lain ketika seseorang niat puasa Ramadhan hanya dalam hati tanpa mengucapkannya sudah cukup dan sah baginya niat puasa, karena mengucapkannya niat adalah sunah dengan tujuan untuk menuntun hati dalam niat lewat ucapan. Wallahu ‘Alam.


Aang Fatihul Islam, Ketua PC LDNU Jombang

Artikel ini sebelumnya sudah dimuat di NU Online 


Editor:

Amaliyah NU Terbaru